Ini nih aku mau share sinopsis La Hami, ngerjain tugas B.Indonesia sekalian buat ngisi blog wkwk :D
By :
Hanifah Helminiatun
Identitas Buku
Judul Buku : La Hami
Nama Pengarang :
Marah Rusli
Tahun Terbit : 1. Cetakan Pertama 1953
2. Cetakan Kedua 1965
3. Cetakan Ketiga 1978
4. Cetakan Keempat 1986
5. Cetakan Kelima 1990
6. Cetakan Keenam 1993
7. Cetakan Ketujuh 1997
8. Cetakan Kedelapan 2000
9. Cetakan Kesembilan 2001
Kota Terbit : Jakarta
Penerbit : Balai Pustaka
Tebal Buku : 170 halaman
11 bagian
1.
Tahap Alur
a. Asal usul La Hami.
b. Perjalanan La Hami
ke Gunung Donggo dan Gunung Soromandi.
c. Penyerangan Sanggar
oleh Sumbawa karena dendam lama.
d. La Hami kembali ke
orang tua kandungnya.
e. Penobatan dan
perkawinan La Hami dan Lalu Jala.
2.
Ringkasan Cerita
La
Hami
Telah dua bulan lamanya, Ompu Keli
dan istrinya menunggu dengan cemas keberadaan anak angkatnya La Hami yang telah
disuruh pergi olehnya bertandang ke Gunung Donggo. Perjalanannya mengendarai
kuda Sumba dengan senjata parang, tombak, panah, jerat, dan tanpa membawa bekal makanan.
Perjalanannya dari sini ke Kempo melalui Sanggar, dompo, padende, lalu ke
Gunung Soromandi. Di Sanggar, La Hami di sambut senang oleh Ompu Ito bahkan La
Hami diberi bekal makanan olehnya. Selain perjalanannya ke Gunung Donggo, La
Hami juga melakukan perjalanan ke Bima. Ketika perjalanan ke Bima La Hami
mengalami beberapa halangan, La Hami turun dari Gunung Soromandi ke Bima tanpa
menunggang Sumba. Ketika menyeberang menuju Bima, ikutlah nelayan yang bernama
Kifa dan dia menginap di rumahnya. Di tempat tinggal Kifa kebetulan sedang ada
perayaan Maulid Nabi dan upacara perayaan Sirih Puan yang diramaikan dengan
permainan Kuraci (berpukul-pukulan badan dengan rotan) dan permainan bersepak
kaki. Melihat permainan bersepak kaki La Hami tampaknya pingin mencoba, setelah
diladeni jago Wera ternyata roboh oleh La Hami. Datang orang tinggi besar
menahannya untuk berlawanan, dengan terpaksa karena La Hami dilecehkan,
akhirnya dia menuruti tantangan jago dari Sape tersebut dan akhirnya Sape
tersebut kalah. La Hami dipanggil Sultan Bima yakni Sultan Kamarudin. Di depan
pramesuri Sultan, putri-putrinya, dan para punggawa untuk diberi pekerjaan.
Namun, La Hami mohon untuk pulang kampung Sanggar pamit pada kedua orang
tuanya.
Malam hari Ompu Keli bercerita
kepada La Hami tentang asal-usulnya. Diceritakan pada 24 tahun yang lalu, yang
menjadi Datuk Rangga di negeri Sumbawa adalah Raja Ajong atau Ompu Keli dan
didampingi sang istri Putri Nakia. Saat itu Raja Sumbawa adalah Sultan
Badrunsyah. Kepergiannya karena keadaan pemerintahan saat itu tidak stabil.
Terjadilah fitnah dari Daeng Matita yang haus jabatan. Ia bekerja sama dengan
Ponto Wanike, seorang pimpinan bajak dari pulau Ragi. Pada suatu hari, Ompu
Keli pergi memancing ke pantai, di situlah, Dewa mendengar tangisan bayi.
Setelah didekati ternyata seorang bayi laki-laki yang berumur sekitar satu
bulan. Diletakan di atas sampan beralaskan tikar jontal yang baik anyamannya, berkalung dokoh yang terbuat
dari mas, berselimutkan sutera bertekad emas dan semuanya berciri dari Bima.
Lalu dibawanya pulang dan di beri nama La Hami, Ina Rinda atau Putri Nakia
merasakan senang karena selama ini tak
berketurunan.
Terdengar kabar oleh Daeng Matita
bahwa Raja Ajong yang menyingkirkan diri dari Sumbawa kini ada di pantai
Sanggar dengan mengganti nama Ompu Keli dan akhirnya timbul kembali dendam
lamanya yang sudah 24 tahun. Daeng Matita
akan segera menyerang Sanggar. Di bagilah tugas mereka dengan Ponto
Wanike menyerang pantai Sanggar dan
Daeng Matita menyerang dari arah darat yakni di Lembah Jambu. Perang belum
dimulai namun rencana serangan pasukan sumba telah tercium oleh pasukan Sanggar
sehingga Sanggar telah bersiap-siap. Di kedua belah pihak terdapat pasukan yang
mati dan luka-luka, namun jumlah yang celaka lebih banyak di pihak Sumba.
Dengan gagah berani, Ponto Wanike bisa dibunuh oleh La Hami. Kemudian pasukan
Sanggar menuju lembah Jambu untuk membabantu Raja Ajong dan Lalu Jala, di
tengah perjalanan pasukan yang dipimpin Daeng Matita dihadang oleh pasukan
Sanggar dan peperangan terjadi dengan dahsyatnya. Pasukan Sumba terlihat
kewalahan karena harapan bantuan dari pasukan lain tidak kunjung datang
sementara pasukan Sanggar mendapat bantuan dari Dompo dan Kempo. Semakin
paniklah Daeng Matita. Datanglah pasukan La Hami tambahlah kacau pasukan Sumba.
Sebagian besar pasukan Sumba terbunuh, Daeng Matita melarikan diri setelah
menebas rusuk Raja Ajong. Namun setelah dikejar oleh pasukan Sanggar yang
terpencar akhirnya Daeng Matita bisa dilumpuhkan, sedangkan pasukan yang
tersisa diampuni dan kembali ke Sumba.
Sultan
Komarudin yang sedang asik bercengkerama dengan permaisuri Cahya Amin dan
putrinya Putri Sari Langkas, teringatlah bahwa suatu saat tak ada lagi yang
bisa menggantikan baginda karena tak punya anak putra. Anak sulungnya telah
diculiknya 24 tahun yang lalu, sedangkan Putri Sari Langkas adalah putri kedua.
Akhirnya teringatlah sang permaisuri kepada pemuda yang bernama La Hami karena
umur dan perawakannya mirip dengan putra sulungnya bahkan mirip dengan Sultan
Komarudin. Khayalannya dengan La Hami akhirnya membuat penasaran yang semakin
mendalam. Namun, permaisuri tidaklah yakin karena pemuda itu bernama La Hami
yang telah membinasakan Daeng Matita dan Ponto Wanike dari Sumbawa. Cahya Amin
lalu membayangkan dan mencari-cari sebab Ompu Keli ternyata Raja Ajong atau Datu Ranga Sumbawa dulu yang menyingkir
ke pantai Sanggar 24 tahun lalu. Namun, permaisuri ragu karena Raja Ajong
seingat permaisuri tidak punya anak. Akhirnya permaisuri mengutus pengawal
untuk mencari tahu tentang La Hami ke Sanggar. Beberapa hari kemudian, utusan
itu pulang memberi kabar bahwa yang sebenarnya La Hami adalah anak Ompu keli,
Raja Ajong Sanggar yang dulu adalah Datu Ranga Sumbawa. La Hami adalah anak
angkat yang ditemukan di pantai Sanggar ketika masih berumur sekitar satu bulan
dengan tanda-tanda ada sehelai tilam daun jontal, sehelai selimut buatan Bima,
dan dokoh mas yang amat permainya. Mendengar kabar Cahya Amin sangat gembira
karena pastilah La Hami itu putranya dan dengan segera beberapa hari kemudian
menyuruh utusan untuk menjemput La Hami.
Kabar yang menyenangkan seisi istana
Sanggar ini membuat Raja Sanggar, Sultan Amarullah, Raja Ajong, Lalu Jala, La
Hami, dan Putri Nakia datang menghadap Sultan Abdul Azis untuk mengabarkan
perihal yang sebenarnya. Sebelum datang rombongan dari Sanggar, terdengarlah
kabar kalau Sultan Bima Sultan Kamaruddin akan datang ke Dompo untuk menjemput
putranya La Hami. Perjalanan dari Dompo ke Sanggar, Sultan Kamaruddin diiring
oleh Raja Ajong, Permaisuri Cahya Amin dan Putri Sari Langkas diiring oleh
Putri Nakia, dan La Hami dengan Lalu Jala. Dalam perjalanan menuju Sanggar
terlihatlah pula kalau Lalu Jala menyukai adik La Hami yakni Putri Sari
Langkas. Pada suatu hari, Sultan Bima menyampaikan maksudnya melamar Putri Nila
Kanti untuk La Hami dan Raja Sanggar Sultan Amarullah melamar Putri Sari
Langkas kepada Sultan Bima Sultan Kamaruddin untuk Lalu Jala. Pada hari yang
telah ditentukan, dilangsungkanlah perkawinan keempat sejolo ini dengan meriah.
Beberapa bulan kemudian, La Hami dinobatkan menjadi Sultan Bima dengan gelar
Sultan Abdul Hamid dan Lalu Jala dinobatkan menjadi Sultan Sanggar dengan gelar
Sultan Abdul Jalal.